Dalam
persoalan fikih atau hukum Islam warga Nahdlatul Ulama (NU) tidak hanya
mengikuti pendapat satu imam madzab, namun empat imam sekaligus, yakni
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali beserta para pengikutnya. Hal ini menyebabkan warga NU akan toleran dengan berbagai pemahaman keagamaan di kalangan umat Islam.
“Imam Syafi’i saja mempunyai qaul qadim dan qaul jadid (pendapat lama dan baru: Red). Jadi NU sudah biasa berbeda pendapat. NU tidak akan mengkafirkan kelompok lain yang berbeda,” kata Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang KH Chamzawi dalam Konferensi Cabang (Konfercab) ke-13 NU Kota Malang di UIN Malang, Sabtu (7/5) malam.
Kesiapan menerima perbedaan pendapat ini juga menyebabkan NU tak akan bersikap ekstrim (tatarruf) baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. NU senantiasa memegang prinsip tawassuth atau berada di garis tengah. “NU tidak mengikuti bahkan menolak tatarruf,” tambahnya.
Namun, KH Hamzawi menegaskan, NU tidak mentolelir perbedaan pendapat yang menyangkut persoalan pokok agama, seperti persoalan ketuhanan dan kenabian.
“Kalau perbedaan pendapat yang terjadi bukan persoalan pokok atau hanya persoalan furu’ atau persoalan khilafiyah, maka NU mentolelir hal itu,” katanya dalam konferensi cabang yang dihadiri Rais Syuriyah PBNU KH Masduki Mahfudh, dan Ketua PBNU H Saifullah Yusuf serta diikuti perwakilan pengurus wakil cabang dan ranting NU se-Kota Malang.
Ditambahkan, NU juga sangat menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits. “Misalnya berbagai macam tradisi bancaan, atau selamatan yang berkembang di masyarakat itu tidak masalah menurut NU asal dengan niat sedekah,” katanya mencontohkan. (nam)
“Imam Syafi’i saja mempunyai qaul qadim dan qaul jadid (pendapat lama dan baru: Red). Jadi NU sudah biasa berbeda pendapat. NU tidak akan mengkafirkan kelompok lain yang berbeda,” kata Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang KH Chamzawi dalam Konferensi Cabang (Konfercab) ke-13 NU Kota Malang di UIN Malang, Sabtu (7/5) malam.
Kesiapan menerima perbedaan pendapat ini juga menyebabkan NU tak akan bersikap ekstrim (tatarruf) baik ekstrim kanan maupun ekstrim kiri. NU senantiasa memegang prinsip tawassuth atau berada di garis tengah. “NU tidak mengikuti bahkan menolak tatarruf,” tambahnya.
Namun, KH Hamzawi menegaskan, NU tidak mentolelir perbedaan pendapat yang menyangkut persoalan pokok agama, seperti persoalan ketuhanan dan kenabian.
“Kalau perbedaan pendapat yang terjadi bukan persoalan pokok atau hanya persoalan furu’ atau persoalan khilafiyah, maka NU mentolelir hal itu,” katanya dalam konferensi cabang yang dihadiri Rais Syuriyah PBNU KH Masduki Mahfudh, dan Ketua PBNU H Saifullah Yusuf serta diikuti perwakilan pengurus wakil cabang dan ranting NU se-Kota Malang.
Ditambahkan, NU juga sangat menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits. “Misalnya berbagai macam tradisi bancaan, atau selamatan yang berkembang di masyarakat itu tidak masalah menurut NU asal dengan niat sedekah,” katanya mencontohkan. (nam)
Sumber : http://nu.or.id/